Jakarta — Gereja Katolik Indonesia akan menyelenggarakan Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025 pada 3–7 November 2025 di Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta. Perhelatan besar ini akan mempertemukan seluruh elemen Gereja Katolik Indonesia—uskup, imam, biarawan-biarawati, dan umat awam—untuk mempererat persaudaraan, membahas keprihatinan Gereja dan bangsa, serta merefleksikan peran Gereja yang relevan dan signifikan di tengah berbagai tantangan sosial dan spiritual.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Anton Bunyamin OSC, dalam konferensi pers di Jakarta (29 Oktober 2025), menyatakan bahwa SAGKI menjadi momentum bagi Gereja untuk memperbarui semangat pelayanan, memperdalam dialog, dan menegaskan komitmen sebagai komunitas umat Allah yang berjalan bersama dalam pengharapan.
“Sidang Agung ini adalah refleksi dan pertobatan pastoral Gereja, agar semakin menjadi murid-murid Kristus yang membawa kabar sukacita dan damai sejahtera,” ujar Mgr. Anton.
SAGKI 2025 mengusung tema “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan: Menjadi Gereja Sinodal yang Misioner untuk Perdamaian.” Kata sinodal berasal dari bahasa Yunani, syn (bersama) dan hodos (jalan). Tema ini menegaskan kesadaran Gereja Katolik sebagai persekutuan umat Allah yang berjalan bersama, baik secara internal (di antara seluruh elemen Gereja Katolik) maupun eksternal (dengan umat beragama, budaya, dan golongan lain), untuk mewartakan kasih Allah bagi semua ciptaan.
Mgr. Anton menekankan bahwa semangat sinodalitas berarti hidup dalam solidaritas, subsidiaritas, dan kesetaraan—saling mendengarkan, saling menghargai, dan saling melayani. Dalam SAGKI, setiap peserta, baik uskup, imam, maupun awam, memiliki hak suara yang sama.
“Suara peserta muda sama nilainya dengan suara seorang kardinal. Itulah Gereja yang sejati: terbuka, rendah hati, dan penuh kasih,” katanya.
Sinodalitas dalam Konteks Gereja Universal
Penyelenggaraan SAGKI 2025 merupakan kelanjutan dari dinamika Sinode Para Uskup di Roma (2021–2024) yang menekankan tema persekutuan, partisipasi, dan misi. Mgr. Anton mengaitkan hal itu dengan pesan Paus Leo XIV, yang pada sambutan perdananya Urbi et Orbi tanggal 8 Mei 2025, menyapa dunia dengan kalimat: “Damai sejahtera bagi kalian semua.”
“Dunia sedang membutuhkan suasana hidup yang damai dan Gereja tidak bisa tinggal diam. Gereja harus ambil bagian dalam membangun jembatan dialog, merangkul mereka yang tersingkir, dan menjadi tanda kasih di dunia,” ujar Mgr. Anton, mengutip pesan Bapa Suci.
Mgr. Anton juga menyinggung semangat kebangsaan yang sejalan dengan nilai sinodalitas. Ia menilai, perjalanan bersama yang dihidupi oleh Gereja sejatinya sudah menjadi bagian dari DNA bangsa Indonesia.
“Semangat berjalan bersama itu sudah ada sejak Sumpah Pemuda 1928, ketika para pemuda berkomitmen mencintai dan memperjuangkan bangsa ini tanpa memandang perbedaan. Inilah wujud nyata Bhinneka Tunggal Ika yang terus kita hidupi,” ujarnya.
Menurutnya, Gereja Katolik di Indonesia terpanggil untuk ikut serta menghadirkan perdamaian dan keadilan sosial di tengah berbagai tantangan seperti kerusakan lingkungan, korupsi, kesenjangan ekonomi, intoleransi, kekerasan, dan ketidakadilan gender.
Dalam dokumen Spes Non Confundit (Pengharapan Tidak Mengecewakan) yang menandai Tahun Yubileum 2025, Paus Fransiskus menegaskan bahwa pengharapan bertahan karena berakar dalam iman dan dipupuk dalam kasih. Mgr. Anton menggarisbawahi hal ini sebagai dasar spiritual SAGKI 2025.
“Gereja dipanggil untuk menjadi tanda pengharapan bagi saudara-saudari kita yang menderita. Iman, harapan, dan kasih adalah fondasi agar kita tetap berjalan bersama dalam kehidupan,” tuturnya.
Tujuan dan Proses SAGKI 2025
SAGKI 2025 bertujuan untuk:
- Mengembangkan persaudaraan antara hierarki dan umat.
- Mewujudkan Gereja Katolik sebagai komunitas pengharapan yang berjiwa misioner.
- Meningkatkan peran Gereja yang lebih relevan, signifikan, dan berkesinambungan dalam mewujudkan perdamaian.
- Menetapkan arah pastoral Gereja Katolik Indonesia untuk lima tahun ke depan.
Dalam prosesnya, SAGKI akan menampilkan sesi sharing lintas kelompok, termasuk dari orang muda, lansia, penyandang disabilitas, aktivis lingkungan hidup, serta tokoh lintas agama dan kepercayaan. Semua diundang untuk berbagi pengalaman “berjalan bersama” dalam kehidupan beriman dan bermasyarakat.
SAGKI 2025 menjadi tonggak penting bagi Gereja Katolik Indonesia untuk memperkuat komitmen dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan penuh kasih.
“Kita ingin menjadi Gereja yang relevan dan signifikan di mana pun berada—yang memperjuangkan damai sejahtera dan meneguhkan harapan bagi dunia,” kata Mgr. Anton.
Di tengah dunia yang kian terbelah oleh polarisasi sosial, konflik identitas, serta krisis ekologis dan digital, SAGKI 2025 hadir sebagai ruang rohani untuk memperdalam makna kebersamaan. Gereja Katolik Indonesia tidak hanya memperbincangkan masa depan institusionalnya, tetapi juga meneguhkan diri sebagai penjaga nurani publik yang memanggil seluruh umat beriman untuk berjalan bersama membangun kehidupan yang damai, berkeadilan, dan berpengharapan.
Dalam semangat itu, Gereja Katolik menegaskan perutusannya di bumi Nusantara: menjadi sahabat bagi semua, pembawa harapan bagi yang rapuh, dan jembatan kasih di tengah dunia yang terpecah.

